Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/close-up-people-shaking-hands_12689871.htm
Pembangunan infrastruktur adalah garis depan pertahanan ekonomi Indonesia di tengah persaingan global. Dengan keterbatasan ruang fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), skema Public Private Partnership (PPP), atau di Indonesia dikenal sebagai Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), telah menjadi instrumen pembiayaan yang tak terhindarkan. Melalui public private partnership, Pemerintah Indonesia membuka pintu lebar bagi modal swasta untuk berinvestasi dalam penyediaan infrastruktur ekonomi dan sosial yang bertujuan untuk kepentingan umum.
Namun, daya tarik skema KPBU bagi investor swasta sangat bergantung pada kerangka regulasi yang kuat, stabil, dan transparan. Regulasi ini harus mampu menciptakan iklim investasi yang sehat, memitigasi risiko, dan memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Indonesia memiliki landasan hukum yang telah berevolusi sejak Perpres 67 Tahun 2005, puncaknya dengan Perpres 38 Tahun 2015, yang kemudian diperkuat oleh serangkaian aturan teknis di tingkat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bappenas. Memahami hierarki dan isi dari regulasi-regulasi ini adalah kunci bagi Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK) maupun calon investor swasta.
1. Peraturan Presiden (Perpres) No. 38 Tahun 2015: Landasan Utama KPBU
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur adalah konstitusi bagi skema KPBU di Indonesia. Perpres ini menggantikan dan menyempurnakan aturan sebelumnya, memberikan kepastian hukum dan cakupan yang lebih luas.
A. Cakupan Infrastruktur yang Diperluas
Perpres 38/2015 memperluas jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan. Sebelumnya, hanya fokus pada infrastruktur ekonomi; Perpres ini menambahkan infrastruktur sosial. Jenis infrastruktur yang diakomodir mencakup:
- Infrastruktur Ekonomi: Jalan, Sumber Daya Air dan Irigasi, Air Minum, Sistem Pengelolaan Air Limbah, Persampahan, Telekomunikasi dan Informatika, hingga Ketenagalistrikan.
- Infrastruktur Sosial: Fasilitas Pendidikan, Fasilitas Olahraga, Kesenian, Kebudayaan, dan Perumahan Rakyat.
B. Empat Tahap Pelaksanaan KPBU
Perpres ini mengatur secara rinci tahapan pelaksanaan proyek KPBU, yang terdiri dari empat fase utama:
- Perencanaan: Meliputi identifikasi, penganggaran, dan penetapan proyek KPBU yang strategis oleh PJPK dan ditetapkan oleh Bappenas.
- Penyiapan: Meliputi penyusunan Prastudi Kelayakan (Pre-Feasibility Study), rencana Dukungan Pemerintah, dan rencana Penjaminan Pemerintah.
- Transaksi: Meliputi pengadaan Badan Usaha Pelaksana (melalui lelang terbuka dan kompetitif) dan penandatanganan Perjanjian KPBU.
- Pelaksanaan Perjanjian: Meliputi masa konstruksi, masa operasi dan pemeliharaan, serta serah terima aset.
C. Dukungan dan Jaminan Pemerintah
Perpres 38/2015 menegaskan komitmen pemerintah untuk memitigasi risiko swasta dengan menyediakan dua mekanisme utama:
- Dukungan Pemerintah: Dapat berbentuk Dukungan Kelayakan (Viability Gap Fund / VGF) untuk menutup kekurangan finansial proyek, Fasilitas Penyiapan Proyek (Project Development Facility / PDF), dan/atau insentif perpajakan.
- Jaminan Pemerintah: Diberikan atas kewajiban finansial PJPK kepada Badan Usaha Pelaksana (BUP) ketika terjadi risiko yang dialokasikan menjadi tanggung jawab PJPK. Pemberian penjaminan ini dilaksanakan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, yaitu PT PII.
2. Aturan Pelaksana Teknis: Mengikat Risiko dan Finansial
Perpres 38/2015 adalah payung hukum, namun implementasi detail teknis dan finansialnya diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri (Permen) dari lembaga terkait, terutama Bappenas dan Kemenkeu. Aturan teknis ini memberikan kepastian operasional yang dibutuhkan investor.
A. Regulasi Pelaksanaan KPBU (Permen PPN/Bappenas)
Peraturan Menteri PPN/Bappenas (seperti Permen PPN No. 7 Tahun 2023) mengatur detail tata cara pelaksanaan KPBU, termasuk:
- Daftar Rencana KPBU: Mengatur bagaimana proyek diusulkan, dievaluasi, dan dimasukkan dalam daftar prioritas (siap ditawarkan atau dalam penyiapan).
- KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha (Unsolicited Projects): Mengatur mekanisme bagi swasta untuk memprakarsai proyek sendiri (berbeda dengan proyek yang diprakarsai pemerintah/Solicited Projects), dengan syarat proyek tersebut inovatif, layak, dan tidak mengandalkan VGF.
- Gabungan KPBU: Mengatur mekanisme penggabungan proyek yang melibatkan lebih dari satu PJPK atau lebih dari satu jenis infrastruktur.
B. Regulasi Dukungan dan Jaminan (Peraturan Menteri Keuangan / PMK)
Kemenkeu merilis PMK yang menjadi kitab suci bagi investor dan bank terkait aspek finansial dan risiko:
- PMK tentang Dukungan Kelayakan (VGF): Mengatur kriteria, besaran, dan tata cara pemberian VGF. VGF hanya diberikan jika proyek sudah layak secara ekonomi tetapi belum layak secara finansial, dengan tujuan utama untuk menurunkan tarif layanan agar terjangkau oleh masyarakat.
- PMK tentang Fasilitas Penyiapan dan Transaksi (PDF): Mengatur tata cara pemberian Fasilitas PDF (misalnya, PMK No. 180/PMK.08/2020), yang memastikan PJPK memiliki dana untuk menyewa konsultan ahli dalam menyiapkan dokumen tender yang berkualitas dan bankable.
- PMK tentang Penjaminan Infrastruktur: Mengatur bentuk, tata cara, dan kriteria penjaminan yang dilakukan oleh PT PII atas risiko-risiko yang ditanggung PJPK. Ini memberikan kepastian hukum bahwa komitmen pemerintah dalam perjanjian KPBU akan dipenuhi.
C. Regulasi Pengadaan (Perka LKPP)
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengatur mekanisme pengadaan Badan Usaha Pelaksana (BUP) melalui lelang terbuka dan kompetitif, memastikan proses transaksi berjalan transparan dan akuntabel.
3. Pentingnya Kepastian Hukum bagi Investor Swasta
Stabilitas dan kejelasan regulasi adalah oksigen bagi investasi asing dan domestik dalam skema public private partnership.
- Mitigasi Risiko: Melalui kerangka regulasi ini, Pemerintah Indonesia telah secara jelas mengalokasikan risiko-risiko tertentu (seperti risiko politik dan risiko perubahan regulasi) yang di luar kendali swasta. Penjaminan dari PT PII, yang didukung oleh Kemenkeu, menjadi safety net yang sangat penting.
- Kepastian Pengembalian Investasi: Skema pengembalian investasi (baik melalui user-pay principle—tarif pengguna, atau Availability Payment—pembayaran berkala oleh PJPK) diatur secara jelas, memberikan kepercayaan kepada bank dan investor untuk menyalurkan pembiayaan jangka panjang.
- Transparansi Proses: Tahapan KPBU yang diatur Perpres (Perencanaan, Penyiapan, Transaksi, Pelaksanaan) memastikan transparansi dari hulu ke hilir, mengurangi risiko korupsi dan kolusi, serta memberikan informasi yang memadai bagi para pemangku kepentingan.
4. Indonesia: Ekosistem KPBU yang Matang
Dengan Perpres 38/2015 sebagai pilar utamanya, didukung oleh jaringan PMK dan Peraturan Bappenas, Indonesia kini memiliki ekosistem KPBU yang cukup matang dan diakui di kawasan Asia. Skema ini telah berhasil mendanai proyek-proyek infrastruktur besar dari Jalan Tol, SPAM Regional, hingga sektor telekomunikasi (Palapa Ring).
Memahami regulasi ini secara holistik sangat penting. Bagi investor, ini adalah panduan untuk negosiasi risiko; bagi PJPK, ini adalah petunjuk pelaksanaan proyek yang akuntabel.
Jika Anda adalah entitas swasta, BUMN, atau Lembaga Keuangan yang berencana terlibat dalam proyek infrastruktur berskala besar di Indonesia, kepastian regulasi dan penjaminan risiko adalah kunci keberhasilan Anda.
Pastikan proyek public private partnership Anda berjalan lancar dan terlindungi. Hubungi PT PII sekarang juga untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang regulasi penjaminan dan dukungan yang dapat Anda peroleh.
